Aside

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN
PADA KLIEN DENGAN KELUHAN PSORIASI ARTHRITIS

 

  1. Pengkajian
    1. Identitas Klien :

Nama               : Tn. M

Umur               : 64 tahun

Jenis Kelamin  : Laki – laki

Dx. Medis        : Psoriasis Arthritis

 

  1. Riwayat Kesehatan Dahulu

Eritem kulit progresif dan deskuamasi dikedua kaki, lengan, bokong, dan daerah lumbosacral bagian bawah.

 

  1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Jari tangan dan kaki mengalami deformitas pada bantalan kuku. Klien merasakan nyeri dan kaku pada kedua lututnya sejak 3 bulan yang lalu

 

  1. Riwayat Kesehatan Keluarga : –
  2. Riwayat Pengobatan

Pemberian Topikal Bethamethasone dan pelembab kulit yang tidak teratur

 

  1. Pemeriksaan Fisik

–          Compos mentis

–          Lesi berbatas tegas, menonjol dan plak merah dengan sisik putih tebal, nummular, berukuran papul

–          Plak pada kedua kakinya, lengan bokong, lumbosacral bagian bawah

–          Kulit kepalanya terdapat eritema, bersisik tebal, dan gatal – gatal

 

  1. Analisa Data

No.

Analisa Data

Etiologi

Masalah

1

Ds :

–   Klien merasakan nyeri dan kaku pada kedua lututnya sejak 3 bulan yang lalu

 

Do : –

Reaksi Autoimun

Nyeri Akut

2

Ds : –

Do :

–   Riwayat eritem kulit progresif

–   Deskuamasi dikedua kaki, lengan, bokong dan daerah lumbosacral bagian bawah

–   Papul kecil dikaki kirinya dengan sisik dan menyebar secara cepat dikedua kaki, kulit kepala, bokong dan lumbosacral bagian bawah serta lengan

–   Pemberian topical bethamethasone dan pelembab kulit yang tidak teratur

–   Pemeriksaan fisik :

  1. Lesi berbatas tegas, menonjol, plak merah dengan sisik putih tebal, berukuran papul, nummular, plak pada kedua kaki, lengan, bokong dan lumbosacral bagian bawah
  2. Dikulit kepala terdapat eritem, sisik tebal dan gatal – gatal   

Pengelupasan  Stratum korneum

Kerusakan Integritas Kulit

3

Ds : –

Do :

–   Jari tangan dan kaki mengalami deformitas pada bantalan kuku

Pengaruh Sitokin

Resiko Infeksi

 

 

  1. Diagnosa Keperawatan
    1. Nyeri Akut b.d reaksi autoimun
    2. Kerusakan Integritas Kulit b.d pengelupasan stratum korneum
    3. Resiko Infeksi b.d pengaruh sitokin

 

  1. Rencana Keperawatan

 

NANDA 1

 

Nyeri Akut b.d reaksi autoimun

 

Defenisi : Pengalaman sensosi dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti (International Assotiation for the study of paint) ; awitan yang tiba – tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan

 

Batasan Karakteristik :

–             Melaporkan nyeri secara verbal

NOC 1

  1. Pengendalian Nyeri
  2. Tingkat kenyamanan
  3. Tingkat Nyeri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pasien :

  1. Pasien bisa mengidentifikasi perubahan tingkat, intensitas dan durasi nyari
  2. Pasien dapat menggambarkan cara mengatasi nyeri
  3. Pasien melaporkan bahwa cara mengatasi nyeri dapat menurunkan nyeri ketingkat yang berarti
  4. Pasien mampu menggambarkan metode non farmakologi yang dapat digunakan untuk mengonrol nyeri

 

NIC 1

Manajemen Nyeri

Aktivitas :

  1. Kaji nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
  2. Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan khususnya pada klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif
  3. Bantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman
  4. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, durasi nyeri, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
  5. Ajakan tehnik nonformakologik untuk mengurangi nyeri

 

Pengelolaan Analgetik

Aktivitas :

 

  1. Tentukan analgetik berdasarkan tipe nyeri (Kolaborasi)
  2. Monitor tanda vital sebelum dan setelah pemberian analgetik
  3. Kaji keefektifan analgetik dan frekuensi yang teratur setelah pemberian obat-obatan
  4. Observasi tanda dan gejala efek samping obat seperti depresi pernafasan, mual-muntah, mulut kering, konstipasi.

 

NANDA 2

Kerusakan integritas kulit b.d. pengelupasan stratum korneum

Defenisi : Suatu kondisi seorang individu yang mengalami perubahan epidermis dan atau dermis

Batasan Karakteriatik :

–          Kerusakan pada lapisan kulit (dermis)

–          Gangguan pada permukaan kulit (epidermis)

–          Invasi dari struktur tubuh

NOC 2

Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa

Indikator :

–          Temperatur jaringan dalam batas yang diharapkan

–          Sensasi dalam batas yang diharapkan

–          Elestisitas dalam batas yang diharapkan

–          Hidrasi dalam batas yang diharapkan

–          Pigmentasi dalam batas yang diharapkan

–          Perspirasi dalam batas yang diharapkan

–          Warna dalam batas yang diharapkan

–          Tekstur dalam batas yang diharapkan

–          Jaringan bebas lesi

–          Perfusi jaringan

NIC 2                                          

Pengawasan Kulit

Aktifitas :

  1. Amati warna, kehangatan (suhu), bengkak, getaran, tekstur, edema, dan nanah
  2. Periksa kemerahan, perubahan suhu yang ekstrim, atau drainase dari kulit dan membran mukosa
  3. Pantau area merah dan rusak dari kulit
  4. Pantau sumber tekanan dan pergeseran
  5. Pantau infeksi
  6. Pantau area yang tidak berwarna dan memar kulit dan membrane mukosa
  7. Pantau kudis dan abrasi kulit
  8. Pantau kelainan kekeringan dan kelembaban kulit
  9. Periksa keketatan pakaian
  10. Pantau warna kulit
  11. Pantau suhu kulit
  12. Catat perubahan kulit atau membrane mukosa
  13. Tegakkan ukuran untuk pencegahan lanjutan yang lebih buruk

 

NANDA 3

Resiko Tinggi Infeksi b.d pengaruh sitokin

Defenisi : Mengalami peningkatan resiko terserang organisme pathogen

Faktor Resiko :

–          Penyakit Kronik

–          Sistem kekebalan tubuh yang lemah

–          Inadekuatnya kebutuhan primer tubuh

–          Prosedur invasive

–          Malnutrisi

–          Agen farmatik

–          Trauma

–          Destruksi jaringan

NOC 3

Resiko infeksi

Defenisi : Status dimana seorang individu megalami peningkatan resiko diserang oleh organism patogen.

Hasil yang disarankan :

–          Proteksi infeksi

NIC 3

Proteksi infeksi

Defenisi : Prefensi dan deteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko

Aktivitas :

  1. Monitor sistemik dan tanda-tanda lokasi dan symptom infeksi
  2. Batasi jumlah pengunjung
  3. Kaji semua status kesehatan pengunjung
  4. Lakukan tindakan aseptis pada pasien yang beresiko
  5. Lakukan teknik isolasi jika diperlukan
  6. Inspeksi kulit dan membran mukosa pasien
  7. Perhatikan asupan cairan pasien
  8. Instruksikan pasien untuk memakai antibiotic sesuai resep
  9. Ajarkan pasien dan keluarganya temtang tanda-tanda infeksi
  10. Ajarkan pasien dan keluarganya bagaimana menghindari infeksi

 

  1. Implementasi

 

 NANDA 1

  1. Mengkaji nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
  2. Mengobservasi isyarat non verbal ketidaknyamanan khususnya pada klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif
  3. Membantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman
  4. Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, durasi nyeri, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
  5. Mengajarkan tehnik nonformakologik untuk mengurangi nyeri

 

Pengelolaan Analgetik

Aktivitas :

 

  1. Menentukan analgetik berdasarkan tipe nyeri (Kolaborasi)
  2. Memonitor tanda vital sebelum dan setelah pemberian analgetik
  3. Mengkaji keefektifan analgetik dan frekuensi yang teratur setelah pemberian obat-obatan
  4. Mengobservasi tanda dan gejala efek samping obat seperti depresi pernafasan, mual-muntah, mulut kering, konstipasi.

 

NANDA 2

  1. Mengamati warna, kehangatan (suhu), bengkak, getaran, tekstur, edema, dan nanah
  2. Memeriksa kemerahan, perubahan suhu yang ekstrim, atau drainase dari kulit dan membran mukosa
  3. memantau area merah dan rusak dari kulit
  4. Memantau sumber tekanan dan pergeseran
  5. Memantau infeksi
  6. Memantau area yang tidak berwarna dan memar kulit dan membrane mukosa
  7. Memantau kudis dan abrasi kulit
  8. Memantau kelainan kekeringan dan kelembaban kulit
  9. Memeriksa keketatan pakaian
  10. Memantau warna kulit
  11. Memantau suhu kulit
  12. Mencatat perubahan kulit atau membrane mukosa
  13. Menegakkan ukuran untuk pencegahan lanjutan yang lebih buruk

 

NANDA 3

  1. Memonitor sistemik dan tanda-tanda lokasi dan symptom infeksi
  2. Membatasi jumlah pengunjung
  3. Mengkaji semua status kesehatan pengunjung
  4. Melakukan tindakan aseptis pada pasien yang beresiko
  5. Melakukan teknik isolasi jika diperlukan
  6. Menginspeksi kulit dan membran mukosa pasien
  7. Perhatikan asupan cairan pasien
  8. Instruksikan pasien untuk memakai antibiotic sesuai resep
  9. Ajarkan pasien dan keluarganya temtang tanda-tanda infeksi
  10. Ajarkan pasien dan keluarganya bagaimana menghindari infeksi

Askep Kasus Psoriasis Arthritis

ORIGINAL RESEARCH
Elderly peoples’ experience of nursing care after a stroke: from a gender
perspective
A °
sa Andersson & Go¨ rel Hansebo
Accepted for publication 24 April 2009
Correspondence to A ° . Andersson:
e-mail: asa.andersson@swenurse.se
A °
sa Andersson RN, MN
Director
Swedish Society of Nursing, Stockholm,
Sweden
Go¨ rel Hansebo PhD
Senior Lecturer
Ersta Sko¨ ndal University College, Stockholm,
Sweden
ANDERSSON A A ° . & HANSEBO G. (2009) Elderly peoples’ experience of nursing
care after a stroke: from a gender perspective. Journal of Advanced Nursing 65(10),
2038–2045
doi: 10.1111/j.1365-2648.2009.05060.x
Abstract
Title. Elderly peoples’ experience of nursing care after a stroke: from a gender
perspective.
Aim. This paper is a report of a study conducted to explore, from a gender perspective,
older people’s experiences of nursing care after a stroke.
Background. Little attention has been given to gender differences in nursing care. The
majority of people who have a stroke are older. Improving knowledge of the gender
perspectives of older men and women regarding nursing care after stroke is crucial.
Method. This was a qualitative study based on interviews with five women and five
men between 66 and 75 years of age, who had received nursing care at a ward for
stroke rehabilitation. The data were collected in 2006. Qualitative content analysis of
the interviews was carried out.
Findings. A main theme and five categories, all common to both men and women,
were identified. The main theme, to promote recovery of the body, encompassed the
categories. There were, however, gender differences in how the nursing care received
was experienced. The ways patients experienced nursing care seemed to be linked with
their lives as women and men before they had the stroke. Their perceptions are linked
with their lives as women and men before they had their stroke. Both men and women
will reclaim former abilities but what they perceive to be the goals of nursing care and
rehabilitation may differ.
Conclusion. Nurses need to increase their awareness and knowledge concerning
the similarities and gender differences in the experiences and needs of older people,
both men and women.
Keywords: gender, interviews, nursing, older people, qualitative research, stroke
Introduction
Over recent years on the impact of the gender perspective
within the field of public health has increased. Studies have
shown that healthcare professionals have subconscious
perspectives on gender (Foss 2002, Kvigne et al. 2005). Little
attention has been paid to gender differences in nursing care.
There is still a lack of knowledge about how older men and
women experience nursing care. As the majority of people
having a stroke are older, it is important to learn more about
2038  2009 The Authors. Journal compilation  2009 Blackwell Publishing Ltd
JAN JOURNAL OF ADVANCED NURSING

Askep Kasus Fraktur terbuka Tibia + Fibula

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR TERBUKA TIBIA + FIBULA PADA Tn. S

 

Tgl/Jam Masuk RS  :  –

Ruang : –

NO. Reg  : –

Diagnosa medis    : Fraktur Terbuka Tibia + Fibula Dextra pada 1/3 bagian Proksimal

  1. PENGKAJIAN
    1. Identitas klien

                                                              i.     Nama               : Tn. S

                                                            ii.      Umur               : 25 Tahun

                                                           iii.      Jenis kelamin  : Laki – Laki

                                                           iv.      Agama             :  –

                                                            v.      Suku                :  –

                                                           vi.      Pekerjaan        :  –

                                                          vii.      Pendidikan      :  –

 

  1. KELUHAN UTAMA

    Fraktur Terbuka Tibia Fibula Dextra pada 1/3 bagian Proksimal

  1. RIWAYAT KESEHATAN
    1. Riwayat kesehatan sekarang

Klien dibawa ke RS dengan keluhan Fraktur Tibia + Fibula Dextra pada bagian 1/3 Proksimal setelah menagalami kecelakaan lalu lintas.

Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan tulang Tibia merobek kulit dan otot, perdarahan massif, serta kuku kaki kanannya sianosis. Pada saat membersihkan luka, klien mengeluh nyeri. Tn. S merintih kesakitan, nyeri tumpul dengan skala nyeri 4. Saat disentuh Tn. S 6merintih sakit selama 10 menit.

  1. Riwayat kesehatan dahulu : –
  2. Riwayat kesehatan keluarga : –

 

  1. PEMERIKSAAN FISIK

 

  1. TTV :

                                                              i.      TD : 100/80 mmHg    

                                                             ii.      P : 16x/Menit

                                                            iii.      N : 100x/Menit        

                                                            iv.      S : 37,5’c

  1. BB       : 50 kg
  2. TB       : 160 kg

 

  1. Pemeriksaan Penunjang  : –

 

  1. ANALISA DATA

Nama : Tn. S

Umur : 25 Tahun

      Pre Operasi

No

Pengelompokan Data

Masalah

Kemungkinan Penyebab

 

 

 

 

 

 

1

DS :  

  • keluhan utama Fraktur Tibia+Fibula dextra

 

DO:

  • TD : 100/80 mmHg
  • hasil pemeriksaan fisik ditemukan tulang Tibia merobek kulit dan otot
  • kuku kaki kanan sianosis
  • perdarahan massif

 

 

 

 

 

 

Ganggaun perfusi jaringan

 

 

 

 

 

 

Fraktur terbuka

Dan

Proses pembedahan

 

 

 

 

2

 

Faktor Resiko :

  • Keluhan utama klien yaitu fraktur Tibia+Fibula dextra
  • S : 37,5o c
  • Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tulang tibia merobek kulit dan otot

 

 

 

 

Resiko Tinggi Infeksi

 

 

 

Fraktur terbuka dan kerusakan jaringan

 

 

 

 

3

 

Factor Resiko

  • S : 37,5o c
  • klien akan menjalani operasi
  • keluarga klien dianjurkan menyiapkan 2 bag kantong darah PRC (500 cc)
  • setelah operasi, klien transfuse albumin 25% sebanyak 50cc

 

 

 

 

 

Resiko kekurangan volume cairan

 

 

 

 

 

Output cairan yang berlebihan

 

 

 

 

 

 

 

 

      Post Operasi

 

No

 

Pengelompokan Data

 

Masalah

 

 

Kemungkinan penyebab

 

 

 

 

1

DS :

  • Klien mengeluh nyeri saat membersihkan luka

DO :

  • Klien merintih kesakitan
  • Nyeri tumpul dengan skala nyeri 4
  • Klien merintih sakit selama 10 menit saat disentuh
  • PQRST….?????

 

 

 

 

 

Nyeri akut

 

 

 

 

Proses pembedahan

 

 

 

2

DS :

  • Keluhan utama klien yaitu fraktur Tibia+Fibula dextra

DO :

  • Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tulang tibia merobek kulit dan otot

 

 

 

 

Kerusakan Integritas Kulit

 

 

Fraktur terbuka

Dan

Proses pembedahan

 

3

DS :  –

DO :

  • Klien dipasangi gips

 

 

Gangguan mobilitas fisik

 

Imobilisasi

 

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Tn. S

Umur : 25 Tahun

      Pre Operasi

No

Tanggal Ditemukan

Diagnosa Keperawatan

Paraf

 

1

 

 

Gangguan Perfusi Jaringan ybd Fraktur Terbuka dan Proses Pembedahan

 

 

 

2

 

 

Resiko Tinggi Infeksi ybd Fraktur terbuka dan Kerusakan Jaringan

 

 

  

3

 

 

Resiko kekurangan volume cairan ybd Output Cairan yang Berlebihan

 

 

 

      Post Operasi

No

Tanggal Ditemukan

Diagnosa Keperawatan

Paraf

 

1

 

 

Nyeri akut ybd Proses Pembedahan

 

 

 

2

 

 

Kerusakan Integritas Kulit ybd Fraktur Terbuka dan Proses Pembedahan

 

 

 

3

 

 

Gangguan Mobilitas Fisik ybd Imobilisasi

 

 

 

  1. RENCANA KEPERAWATAN

Nama : Tn. S

Umur : 25 Tahun

      Pre Operasi

No 

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

Paraf

 

1

 

Gangguan Perfusi Jaringan ybd Fraktur Terbuka dan Proses Pembedahan

 

 

 

Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

  • Penyembuhan luka sesuai waktu
  • Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

 

 

  • Observasi TTV klien, terutama TD
  • Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang dilakukan
  • Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan
  • Kolaborasi pemberian terapi Heparin : perhatikan pembentukan tanda – tanda antibody antitrombosit oleh penurunan tiba – tiba dari jumlah trombosit

 

 

2

 

Resiko Tinggi Infeksi ybd Fraktur terbuka dan Kerusakan Jaringan

 

 

Klien dapat beradaptasi dengan nyeri

 

Kriteria Hasil :

Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri dan klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan

 

  • Kaji tingkat nyeri
  • Observasi TTV klien, terutama suhu klien
  • Pertahankan tirah baring selama fase akut
  • Kurangi aktifitas yang berlebihan
  • Bantu klien dalam aktifitas sesuai kebutuhan
  • Jelaskan penyebab nyeri pada klien

 

 

 

3

 

Resiko kekurangan volume cairan ybd Output Cairan yang Berlebihan

 

 

Kekurangan volume cairan teratasi

 

Kriteria Hasil :

  • Terjadi peningkatan asupan cairan
  • Tidak menunjukan tanda- tanda kekurangan volume cairan

 

 

  • Kaji pemasukan / pengeluaran dan hitung keseimbangan cairan
  • Observasi TTV, terutama suhu klien
  • Anjurkan klien untuk minum dan makan dengan perlahan sesuai indikasi

 

 

 

      Post Operasi

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan kriteria Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

Paraf

 

1

 

Nyeri akut ybd Proses Pembedahan

 

 

 

  • Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu
  • Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktifitas fisik yang diperlukan untuk penyembuhan

 

Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang sampai hilang, ditandai dengan :

  • Intensitas nyeri: 0 – 2
  • Ekspresi wajah rileks

 

 

 

 

  • Kaji intensitas nyeri
  • Ajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam atau teknik distraksi seperti mendengarkan music atau baca buku
  • Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi

 

 

2

Kerusakan Integritas Kulit ybd Fraktur Terbuka dan Proses Pembedahan

 

Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

 

  • Monitor warna kulit
  • Monitor temperatur kulit
  • Inspeksi kulit dan membran mukosa
  • Inspeksi kondisi insisi bedah
  • Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
  • Monitor infeksi dan oedema

 

 

3

Gangguan Mobilitas Fisik ybd Imobilisasi

Mempertahankan mobilitas fisik, ditandai dengan :

  • Klien mau beraktifitas secara perlahan
  • Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan klien
  • Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat
  • Bantu dalam hygiene perorangan
  • Ubah posisi secara periodic

 

 

 

 

  1. IMPLEMENTASI

Nama : Tn. S

Umur : 25 Tahun

      Pre Operasi

Diagnosa

Tanggal/jam

Implementasi

Perkembangan

Paraf

 

 

Dx 1

 

 

  • Mengobservasi TTV klien, terutama TD
  • Menjelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang dilakukan
  • Melakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan
  • Mengkolaborasikan pemberian terapi Heparin : perhatikan pembentukan tanda – tanda antibody antitrombosit oleh penurunan tiba – tiba dari jumlah trombosit

 

 

 

 

 

S  : –

 

O : TD : 110/80 mmHg

 

A : masalah teratasi sebagian

 

P : Lanjutkan intervensi

 

 

 

 

 

Dx 2

 

 

  • Mengkaji tingkat nyeri
  • Mengobservasi TTV klien, terutama suhu klien
  • Mempertahankan tirah baring selama fase akut
  • Mengurangi aktifitas yang berlebihan
  • Membantu klien dalam aktifitas sesuai kebutuhan
  • Menjelaskan penyebab nyeri pada klien

 

 

 

S : klien masih merasa nyeri

 

O : S = 37o c

 

A : masalah teratasi sebagian

 

P : lanjutkan intervensi

 

 

 

 

 

Dx 3

 

 

  • Mengkaji pemasukan / pengeluaran dan hitung keseimbangan cairan
  • Mengobservasi TTV, terutama suhu klien
  • Menganjurkan klien untuk minum dan makan dengan perlahan sesuai indikasi

 

 

 

S : –

 

O : S : 36o c

 

A : masalah teratasi

 

P : hentikan tindakan

 

 

 

      Post Operasi

Diagnosa

Tanggal/jam

Rencana Keperawatan

Perkembangan

Paraf

 

 

 

Dx 1

 

 

  • Mengkaji intensitas nyeri
  • Mengajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam atau teknik distraksi seperti mendengarkan music atau baca buku
  • Mengkolaborasikan pemberian obat analgetik sesuai indikasi

 

 

 

 

 

 

 

 

Dx 2

 

 

 

 

 

  • Memonitoring warna kulit
  • Memonitoring temperatur kulit
  • Menginspeksi kulit dan membran mukosa
  • Menginspeksi kondisi insisi bedah
  • Memonitoring kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
  • Memonitoring infeksi dan oedema

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dx 3

 

 

 

  • Mengkaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan klien
  • Membantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat
  • Membantu dalam hygiene perorangan
  • Mengubah posisi secara periodic

 

 

 

 

 

 

  

Askep Tumor Otak

ASKEP TUMOR OTAK

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.    Latar belakang

Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.

Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma). Insiden tertinggi  pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Peningkatan intra kranial ( PTIK ) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.

2.    Tujuan Penulisan

a.    Tujuan Umum

Setelah membahas makalah “Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak”, mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan mereka tentang cara – cara menangani pasien dengan tumor otak sesuai Asuhan Keperawatan yang telah ditegakkan.

b.    Tujuan Khusus

Setelah membahas makalah “Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak”, mahasiswa mampu :

–    Memahami Konsep Penyakit Tumor Otak

–    Memahami masalah kesehatan pada pasien tumor otak

–    Memahami dan mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan untuk pasien pengidap penyakit tumor otak.

–    Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien pengidap penyakit tumor otak

3.    Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif yang menjelaskan tentang konsep penyakit tumor otak serta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien pengidap penyakit tumor otak.

4.    Sistematika Penulisan

BAB I     :     PENDAHULUAN. Terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan

BAB II     :     TINJAUAN TEORI, Terdiri dari Konsep tumbang, Masalah pada Neonatus, dan Asuhan keperawatan Neonatus

BAB III     :     PENUTUP. Terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

 

 

BAB II

TINJAUAN TEORI

 

A.    KONSEP PENYAKIT TUMOR OTAK

1.    Definisi

Sebuah tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakarnial yang menempati ruang didalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dan infiltrasi jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau semua kejadian patofisiologis sebagai berikut:

ü    Peningkatan tekanan intrakranial dan edema cerebral

ü    Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurologis fokal

ü    Hidrosefalus

ü    Gangguan fungsi hipofisis

Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma).

Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

 (Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, 2001, Jakarta : EGC. Hal: 2167)

 

2.    Etiologi

Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel manusia memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.

Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :

•    Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.

•    Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

•    Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

•    Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

•    Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

3.    Jenis – jenis Tumor

Tumor yang jinak atau yang tidak ganas (non malignant) lambat tumbuhnya, tidak menyebar, dan biasanya dikelilingi oleh penutup atau kapsul. Pertumbuhan yang seperti itu bisa disebut sebagai enkapsuleted tumor atau tumor terbungkus. Tumor yang tidak ganas bisa dicabut dengan cara pembedahan, terutama bila tumor itu menyebabkan organ – organ tubuh yang vital terdesak atau tertekan. Jika tumor yang tidak ganas dicabut, tidak ada kemungkinan baginya tubuh untuk tumbuh lagi.

Tumor ganas disebut sebagai kanker atau malignancy (cepat menjalar ke bagian tubuh yang lain). Tumbuhnya cepat, tidak dikelillingi oleh penutup, dan menyebar ke bagian – bagian tubuh yang lain. Sel – sel yang abnormal ini menyerang jaringan – jaringan yang berdekatan. Kanker ganas itu dibawa pula ke bagian – bagian tubuh yang lain oleh getah bening dan darah. Pemindahan sel – sel ganas ke bagian – bagian tubuh yang lain ini disebut metastasis. Tumbuhan baru yang dimulai dari sel – sel bawaan ini disebut sebagai pertumbuhan metastasis atau tumbuhan kedua (tumor kedua anak tumor). Pertumbuhan sel – sel tubuh yang cepat dan tak terkendali ini pada akhirnya mengancam keselamatan jiwa orang itu sendiri.

(dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Kesehatan R.I. : Jakarta. Hal. 41)

a.    Tumor benigna

Tumor ini dapat timbul dari sebagian besar jaringan tubuh.

1.    Sel-sel epitel atau endotel

Papiloma timbul dari sel-sel ini, misalnya kulit, kandung kemih, kolon. Tumor ini bisa menjadi ganas.

2.    Sel-sel pigmen kulit naevus (tahi lalat)

3.    Kelenjar adenoma : payudara, parotis, tiroid.

4.    Pembuluh darah-hemamioma : dua tipe.

a.    Kapiler : tanda lahir ; “portwine stain”

b.    Kavernosus : nodulus berwarna ungu yang memucat bila ditekan

5.    Jaringan fibrosis – fibroma : terlihat sebagai nodulus. Pada sebagian besar keadaan dapat timbul.

6.    Lemak – glikoma : benjolan lunak, paling sering subkutan.

7.    Osteoma tumor pada tulang rawan dan tulang biasa

8.    Chondroma

9.    Myoma : tumor otot biasa, tempat yang paling sering terkena adalah uterus

b.    Tumor maligna

1.    Sel sel epitel atau endotel.

a.    Karsinoma : karsinoma diberi nama menurut jaringan asalnya, misalnya karsinoma skuamosa kulit. Transitional sel karsinoma pada kandung kemih.

b.    Melanoma : tumor maligna sel – sel pigmen kulit

2.    Jaringan kelenjar : adenokarsinoma, misalnya payudara atau lambung.

3.    Jaringan ikat : sarkoma – keadaan ini lebih jarang ditemukan. Fibrosarkoma dari jaringan fibrosus, sarkoma osteogenik dari tulang, myosarkoma dari otot.

4.    Kelenjar limfe. Ragam penyakit keganasan (maligna) ditemukan pada jaringan limfoit (jaringan retikulo endotelial) dengan berbagai derajat keganasan, misalnya limfoma, retikulo sarkoma, penyakit Hodgkin.

5.    Leukimia. Penyakit maligna pada sel – sel induk yang menghasilkan sel – sel darah putih.

4.    Patofisiologi

Tumor intrakranial menyebabkan gangguan neurologis progresif. Gangguan neurologis pada tumor intrakranial biasanya dianggap disebabkan karena 2 faktor, yaitu gangguan vokal olah tumor dan peningkatan intrakranial.

Gangguan vokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja dispensi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya, gliobastoma multiform). Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis vokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:

1.    Bertambahnya massa dalam tengkorak.

2.    Terbentuknya edema sekitar tumor.

3.    Perubahan sirkulasi cairan cerebrospinal.

Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengmbil tempat dalam ruang yang relatif tetap dan ruangan kranial yang kaku.

Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak di sekitrnya. Mekanisnya belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beberapa tumor menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh sawar darah otak, semuanya menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan menyebabkan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan cerebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan unutk menjadi effektif oleh karen aitu tidak berguna apabila tekanan itrakranial timbul dengan cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan cerebrospinal, kandungan cairan intra sel, dan mengurangi sel-sel parenkim.

Peningkatan tekanan yang tidak di obati mengakibatkan herniasi unkus atau cerebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesen sefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf kranial ketiga. Pada herniasi cerebelum, tonsil cerebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

(Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta: Salemba Medika. Halaman : 477-478)

5.    Tanda dan Gejala

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Gejala-gejala tumor otak dapat meliputi, antara lain:

•    Nyeri Kepala (Headache)

Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.

•    Muntah

Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.

•    Edema Papil

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.

 

 

•    Kejang

Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.

6.    Komplikasi

a.    Ganguan Fungsi Luhur

•    Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.

•    Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.

•    Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan berbagai tes. Di antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan Mini mental State Examination (MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah kesadaran, orientasi lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan kemampuan berpikir, emosional afeksi serta persepsi.

b.    Ganguan Wicara

•    Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia.

•    Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam terapi disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara normal.

•    Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau sensorik tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran (fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi ketergantungan pada lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan peralatan yang mendukung terapi dan metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara prefocal dan latihan menelan.

c.    Ganguan Pola Makan

•    Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah parese nervus glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.

•    Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering bersamaan dengan dispepsia karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan serta iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan (makanan yang dipilih lebih cair/lunak).

d.    Kelemahan Otot

•    Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang dilakukan menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan EMG biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.

e.    Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran

•    Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari otak yang memproses informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda atau penurunan lapang pandang.

•    Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran – terutama neuromas akustik – dapat menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.

f.    Stroke

•    Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area otak, yang menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap setiap gangguan dalam aliran darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.

•    Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua mekanisme, yaitu hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak dan Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran darah melalui arteri yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke trombotik stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam arteri otak.  stroke emboli disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di luar pembuluh darah otak, kemudian gumpalan darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada pembuluh darah otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak.

•    Pada tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa Hemorrhagic stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak yang tertekan akibat pembesaran tumor.

g.    Epilepsi

•    Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan karena rangsangan langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan listrik pada otak dan juga  tumor otak dapat menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang

h.    Depresi

•    Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau karena keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut, Gejala yang timbul dapat berupa menangis terus-menerus, kesedihan yang mendalam, social withdrawal, Mudah marah, kecemasan, penurunan libido, gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek steroid : mood and sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).

i.    Hidrosephalus

•    Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS, akibatnya aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial juga dapat menghambat aliran LCS.

 

j.    Cerebral Hernia

•    Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa melalui pembukaan dalam tengkorak.

•    Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian menyebabkan penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial

k.    Ganguan Seksualitas

•    Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor melibatkan daerah otak yang mengontrol pelepasan hormon yang mempengaruhi libido, termasuk estrogen, progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi, yang yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula menyababkan menopouse dini.

l.    Terbentuknya Gumpalan Darah

•    Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah. Pembekuan ini disebut “trombosis vena dalam” (DVT) dan terjadi di pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala. Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan “thromboemboli paru” (PTE) pembekuan darah di arteri paru.

7.    Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk penyakit tumor otak antara lain :

•    Computer Tomografik Scaning (CT SCAN) : CT SCAN digunakan lebih baik dari pada X- Ray, CT SCAN dapat memberikan informasi tentang jumlah, ukuran, dan densitas (warna gelap/terang) tumor, dapat memberikan informasi sistem ventrikuler.

•    Magnetic Resonance Imaging (MRI) : MRI sangat penting untuk mendiagnosa tumor sampai lesi terkecil dan tumor pada batang otak dan pituitary.

•    Elektroensefalogram (EEG) : dapat mendeteksi gelombang abnormal pada otak yang disebabkan tumor hal ini dapat mengevaluasi kajang yang ditimbulkan karena gangguan pada lobus temporal.

•    Stereotatic Radiosurgery : meliputi penggunaan kerangka tiga dimensi yang meliputi lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka Stereotatic dan dan study pencitraan multipel (sinar – x) cara yang digunakan untuk menemukam tumor dan lokasinya.

•    Pemeriksaan cytologi : dapat mendeteksi keganasan pada sel yang disebabkan tumor sistem saraf pusat.

•    Foto polos dada

Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.

•    Pemeriksaan cairan serebrospinal

Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

•    Biopsi stereotaktik

Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.

•    Angiografi Serebral

Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

8.    Penatalaksanaan Medis

Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi. Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas.

Selain itu, pada setiap tahapan penyakit, pasien mungkin menjalani pengobatan untuk mengendalikan rasa nyeri dari kanker, untuk meringankan efek samping dari terapi, dan untuk meringankan masalah emosional. Jenis pengobatan ini disebut perawatan paliatif.

a.    Pembedahan

Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.

Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.

Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.

Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic). Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.

b.    Radiosurgery stereotactic

Radiosurgery stereotactic adalah tehnik “knifeless” yang lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.

Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi.

Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya.

c.    Radioterapi

Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.

Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.

d.    Kemoterapi

Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.

Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral.

Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel kankernya.

 

 

B.    Asuhan Keperawatan Teoritis Tumor Otak

1.    Pemeriksaan fisik

a.    BI (Breathing)

Inspeksi : pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan.

Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi napas tambahan.

b.    B2 (Blood)

Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian tidak ada kelainan. Tekanan darah biasanya normal, dan tidak ada peningkatan heart rate.

c.    B3 (Brain)

Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intrakranial . pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias Klasik tumor otak adalan nyeri kepala, muntah, dan papiledema. Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tmor intrakranial biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dann semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, dan lobus frontal.

•    Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intarkranial tahap lanjut biasanya status mental klien menglami perubahan.

•    Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami ‘brain damage’ yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

•    Lobus Frontal. Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan menta, hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.

Perubahan mental bermanifestasi sebagai perubahan ringan daam kepribadian. Beberapa klien mengalami periode depresi, bingung, atau periode ketika tingkah laku klien menjadi aneh.

Perubahan yang paling sering  adalah perubahan dalam memberi argumentasi yang sulit  dari perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan salah. Hemiparesis disebabkan oleh tekanan pada area dan lintasan motorik di dekat tumor.

Jika area motorik terlibat, akan terjadi epilepsi Jackson dan kelemahan motorik yang jelas. Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentalis menyebabka kelemahan pada wajah, lidah, dan ibu jari, sedangkan tumor pada lobulus parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstermitas bawah.

Tumor pada lobus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang tidak mantap, sering menyerupai  ataksia serebelum. Jika lobus frontalis kiri atau yang dominan terkena, akan terihat adanya afasia dan aparaksia.

Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.

•    Saraf I. Pada klien dengan tumor intrakranial yang tidak mengalami kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.

•    Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.

•    Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau b V. Pada ilateral  dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiformis.

•    Saraf V. Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neorolema yang menekan saraf ini akan di dapatkan adanya paralisis wajah ulilateral.

•    Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi sehat.

•    Saraf VIII. Pada neorolema di dapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkiin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.

•    Saraf XI dan X. Kemampuan menelan kurang baik, dan terdapat kesulitan membuka mulut.

•    Saraf XI. Tidk ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesiuz.

•    Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada suatu sisi dan fasikulasi. Indra pengecap normal.

 

2.    Diagnosa Keperawatan

a.    Resiko tinggi peningkatan intra kranial b.d desak ruang oleh rasa tumor intrakranial.

ü    Tujuan

Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakarnial pada klien dalam waktu 3×24 jam

ü    Kriteria Hasil

Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

ü    Intervensi :

1.    Kaji faktor penyebab situasi atau keadaan individu atau penyebeb koma, atau penurunan perkusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan tekanan intrakarnial.

2.    Memonitor TTV tiap 4 jam.

3.    Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

ü    Rasional :

1.    Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi atau tanda-tanda kegagalan untuk munentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

2.    Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi di tandai dengan tekanan darah sistemik penururnan dan autolegulator kebanyakan tanda penurun difusilokal paskularisasi darah serebral.

3.    Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan tekana intrakarnial oleh efek rangsangan kumulatif.

b.    Nyeri akut b.d traksi dan pegeseran sruktur peka nyeri dalam rongga intrakranial.

ü    Tujuan

Nyeri berkurang atau hilang atau beradaptasi

ü    Kriteria Hasil

Cara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat beradatasi. Dapat mengidetifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. Klien tidak gelisah.

ü    Intervensi :

1.    Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan peredah nyeri non farmakologi dan non infasif.

2.    Ajarkan relaksasi, teknik-teknik untuk mnurunkan ketengan untuk otot rangka, yang dapat menurunkan intesitas nyri dan juga tingkatkan relaksasi masase.

3.    Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik

ü    Rasional :

1.    Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan mengurangi nyeri.

2.    Akan menghasilkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi sehingga akan mengurangi nyeri.

3.    Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

(Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Muttaqin Ariff, 2008, Jakarta: Salemba Medika).

   

 

BAB III

PENUTUP

1.    Kesimpulan

Tumor otak bisa mengenai segala usia. Tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita.

Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.

Tumor otak menunjukkan manifestasi klinik yang tersebar. Tumor ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat dari tumor yang menggangu bagian spesifik dari otak. Gejala yang biasanya banyak terjadi akibat tekanan ini adalah sakit kepala, muntah, papiledema (edema saraf optik), perubahan kepribadian dan adanya variasi penurunan fokal motorik, sensori dan disfiungsi saraf kranial.

2.    Saran

Diharapkan perawat dapat menerapkan pengetahuan mereka tentang penyakit tumot otak ini untuk diterapkan di tempat mereka bekerja. Dan juga diharapkan pula perawat dapat menerapkan konsep asuhan keperawatan pada pasien tumor otak dengan semaksimal mungkin. Dengan tujuan agar pasien – pasien pengidap penyakit tumor otak ini dapat segera sembuh dan dapat menjalankan aktivitasnya kembali seperti saat sebelum sakit.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

ü    Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

ü    dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Kesehatan R.I. : Jakarta.

ü    Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan Jakarta: Salemba Medika.

ü    Oswari E. 1989. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia.

Aside

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA

Image

 

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

 

A.    DEFINISI

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

 

B.    ETIOLOGI

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

Factor Pencetus ISPA

1.     Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.

2.   Status Imunisasi

Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3.   Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

 

Faktor Pendukung Penyebab ISPA

1.     Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2.     Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.

3.     Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

4.     Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

5.     Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

 

C.    PATOFISIOLOGI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring) dan memiliki manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare, abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan.

 

 

Pembagian ISPA

1.     Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran nafas secara nyata.Yang tergolong Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah : Nasofaringitis akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotosilitis) dan rhinitis.

2.     Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bonkioli) (Pusdiknakes, 1993 : 105).

Klasifikasi Penyakit ISPA

Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita ISPA adalah Balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini sendiri terdiri atas 4 bagian yakni pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit, dan pengobatan juga tindakan.

Dalam penentuan klasifikasi, penyakit dibedakan atas dua kelompok, yakni kelompok untuk umur 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun dan kelompok umur kurang dari dua bulan.

a.      Untuk kelompok umur 2 bulan – <5 tahun klasifikasi dibagi atas :

1.     Pneumonia berat

2.     Pneumonia

3.     Bukan Pneumonia.

 

b. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:

1.     Pneumonia berat

2.     Bukan Pneumonia

Sedangkan masing-masing gejala untuk klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Pneumonia Berat didasarkan apabila terdapat gejala batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan – <5 tahun. Sedangkan untuk anak berumur kurang dari 2 bulan diagnosis Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya napas sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan – <1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 – < 5 tahun.

Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit ISPA selain Pneumonia. Contohnya batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, dan otitis.

 

D.    TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala Berdasarkan kasifikasi

1.     Non pneumonia

Ditandai dengan batuk, pilek, tanpa disertai dengan sesak nafas.

2.    Pneumonia
Batuk, pilek disertai dengan sesak nafas atau nafas cepat.

a.      Pneumonia tidak berat

Tanda dan gejala antara lain :

  • Batuk, pilek dan nafas cepat
  • 2 bulan sampai 1 tahun lebih dari 50 x / mnt
  • 1 sampai 5 tahun lebih dari 40 x / mnt

b.     Pneumonia berat

Tanda dan gejala antara lain :

  • Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
  • Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

Tanda Dan Gejala Yang Muncul Ialah:

1.     Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2.     Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3.     Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.

4.     Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.

5.     Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.

6.     Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.

7.     Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

8.     Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9.     Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

 

E.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

1.     Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2.     Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3.     Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4.     Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5.     Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

6.     Riwayat kesehatan:

–       Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

–       Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

–       Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang)

–       Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)

–       Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

 

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan

a.       Inspeksi

–       Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

–       Tonsil tampak kemerahan dan edema

–       Tampak batuk tidak produktif

–       Tidak ada jaringan parut pada leher

–       Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b.      Palpasi

–       Adanya demam

–       Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

–       Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c.       Perkusi

–       Suara paru normal (resonance)

d.      Auskultasi

–       Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

 

F.     TERAPI MEDIS

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.

Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

 

G.   DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.     Bersihan jalan nafas tidak  efektif  berhubungan dengan  penurunan ekspansi paru.

2.     Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3.     Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

4.     Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.